Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang Anak Luar Kawin:Sebuah Analisis Hukum

Authors

  • e-Jurnal STIH ADHYAKSA Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa, Indonesia
  • Dio Ashar Wicaksana Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa, Indonesia
  • Adam Dwi Kambela Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.70720/jjd.v1i1.15

Keywords:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 mengenai anak luar kawin yang ditetapkan pada tanggal 13 Februari 2012 oleh Mahkamah Konstitusi, merupakan momentum hasil uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diajukan Machica Mochtar dalam rangka memperjuangkan hak-hak anak yang dilahirkannya dari hasil perkawinannya dengan Moerdiono. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diketahui bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi tidak termasuk dalam hirarki urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, salah satu kewenangan Mahkamah Konsitusi adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memberikan hak yang sama kepada anak luar kawin dengan anak yang sah, termasuk hak atas nama ayah yang dilegalkan dalam akta kelahiran, hak atas nafkah dan biaya umum lainnya, hak menjadikan ayahnya sebagai wali, dan hak atas waris dan mewarisi dengan ayahnya. Ketentuan ini sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, yaitu hak untuk hidup, hak untuk identitas, hak untuk kelangsungan hidup dan perkembangan, hak untuk perlindungan, dan hak untuk partisipasi. Namun, ketentuan ini tidak sesuai dengan ketentuan anak luar kawin yang diatur dalam hukum Islam. Dalam hukum Islam, anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini karena dalam hukum Islam, perkawinan yang sah tidak harus dicatatkan di KUA. Jadi, anak luar kawin dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 adalah anak dari hasil kawin/nikah sirri, anak dari hasil perselingkuhan, anak dari hasil samen laven (hidup bersama tanpa pernikahan), dan anak dari hasil hubungan haram atau zina.

Author Biography

e-Jurnal STIH ADHYAKSA, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa berdiri pada tahun 2022. STIH Adhyaksa merupakan sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa. Cita-cita mulia kami dalam membangun peradaban melalui ilmu hukum inilah yang menjadikan STIH Adhyaksa akan selalu memberikan upaya nyata dalam mencapai kehidupan bangsa yang cerdas.

Selain itu, dalam konteks pengembangan keilmuan STIH Adhyaksa berupaya untuk menguatkan kemampuan melakukan penilaian pada pemecahan masalah-masalah hukum. Pada sisi lainnya, kami juga berupaya untuk menciptakan mahasiswa yang berbudi luhur, terampil, serta berkompeten yang mampu memberikan kontribusi pada kemajuan bangsa Indonesia.

Lebih lanjut, budaya dan tata kelola pendidikan di STIH Adhyaksa mengedepan prinsip-prinsip keilmuan yang berjalan selaras dengan nilai religius. Dengan penerapan prinsip ini diharapkan akan membentuk aspek pendidikan yang komprehensi dan mampu mencetak civitas akademika yang handal.

Maka dari itu, segenap civitas akademika STIH Adhyaksa berkomitmen untuk terus membangun nilai-nilai luhur dari kampus yang nantinya dapat disalurkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Published

2023-12-09

Issue

Section

Artikel

Citation Check